Tentang Pengalaman, Harapan, dan Optimisme untuk Mendorong Perubahan Pendidikan ke Arah yang Lebih Baik: Sebuah Esai

Nama saya Rizky Satria. Saya lahir dan besar di wilayah pemukiman padat di Kota Bandung di mana penduduknya tinggal dengan sangat sederhana. Sederhana dalam menjalani keseharian, memaknai kehidupan, termasuk dalam menilai arti penting pendidikan. Ya, sebagian besar teman saya hanya lulusan SMP karena putus sekolah di SMA, baik karena tidak ada biaya atau karena pernah melakukan pelanggaran sehingga dikeluarkan oleh pihak sekolah. Hanya sebagian kecil yang lulus SMA dan beberapa orang saja yang berkuliah.

Alhamdulillah, meski juga hidup sederhana, tapi orangtua saya punya pemikiran yang berbeda dengan penduduk lainnya. Mereka mendorong saya untuk bisa bersekolah di tempat yang baik dan mengupayakan saya agar bisa berkuliah. Oleh karenanya, sejak usia sekolah saya menginjakkan kaki di dua lingkungan yang berbeda: Satu kaki di lingkungan pertemanan rumah yang tergolong prasejahtera dan kurang terdidik, sementara satu kaki yang lainnya di lingkungan pertemanan sekolah yang cenderung lebih sejahtera dan terdidik. Kondisi ini terus berlangsung hingga saya berkuliah di perguruan tinggi. Menjadikan saya pribadi yang lebih peka terhadap kondisi sosial, terutama terkait isu kesenjangan dan pendidikan.

Uniknya, di masa SMA saya menyadari sesuatu hal, bahwa teman-teman saya di rumah yang tidak bersekolah ternyata tidak kalah pintar dengan teman-teman yang ada di sekolah. Mereka sama-sama cerdas, bahkan tidak jarang teman di rumah saya lebih pandai. Ternyata alasannya sederhana, di sekolah kami belajar dengan cara menghafal pelajaran, sementara di rumah kami belajar dengan cara bermain dan berpraktik. Contohnya saat bermain game Play Station, kami terbiasa mengasah kemampuan berkolaborasi, mengatasi tantangan, dan memecahkan persoalan. Begitu juga saat menjadi panitia acara Agustusan, kami mengasah kemampuan berkomunikasi dan berkreasi. Ya, teman-teman di sekolah hanya lebih pintar wawasannya, tapi tidak dengan keterampilannya. Sayangnya, kondisi ini merugikan kedua pihak. Teman-teman di rumah, karena tidak memiliki ijazah dan modal, pada akhirnya hanya bisa bekerja menjadi pramusaji atau petugas kebersihan saja, kalau tidak menjadi tukang parkir di pertokoan di depan jalan. Sementara teman sekolah yang memiliki ijazah juga sulit berkembang karena minimnya keterampilan setelah lulus sekolah.

Berangkat dari pengalaman itu maka sejak di bangku SMA saya bercita-cita menjadi guru. Lebih tepatnya menjadi guru yang tidak biasa-biasa saja. Saya ingin membuat perubahan. Saat itu, saya menyebutnya dengan “merubah sistem pendidikan”.

Saya kemudian berkuliah di kampus keguruan dan menyadari bahwa persoalan pendidikan tidak sesederhana yang saya bayangkan sebelumnya, apalagi untuk merubah sistem. Banyak persoalan yang saling terkait dan memiliki kompleksitasnya sendiri, di antaranya soal pemerataan akses, kualitas pembelajaran, kesejahteraan guru, kepemimpinan sekolah, implementasi kebijakan, kemampuan literasi guru, dan lain sebagainya. Namun demikian saya tetap optimis jika persoalan-persoalan tersebut pasti dapat diatasi, sesederhana dengan cara meningkatkan kreativitas guru untuk mengajarkan keterampilan hidup yang bermanfaat kepada muridnya. Karena bukankah, ujung tombak implementasi dari seluruh persoalan pendidikan yang kompleks itu ada di tangan guru?

Oleh karenanya, sejak akhirnya tercapai keinginan untuk berkarya menjadi guru, saya aktif di berbagai forum dan komunitas pendidikan untuk mengasah kompetensi diri dan membagikan kemampuan yang saya miliki. Aktivitas tersebut kemudian mengantar saya tergabung bersama Komunitas Guru Belajar Nusantara. Komunitas tempat berbagi praktik baik pengajaran yang berada di setiap daerah dan terhubung melalui kanal-kanal internet. Kami rutin mengadakan kelas-kelas belajar untuk mendiskusikan strategi mengajar kreatif dan inovatif. Di komunitas ini juga saya kemudian dipercaya mengelola buletin kumpulan praktik baik pengajaran yang bernama Surat Kabar Guru Belajar. Saya bersama tim mengadakan kelas menulis dan mengurasi tulisan-tulisan guru hingga beberapa tahun lamanya. Selama proses tersebut, sudah ratusan tulisan praktik mengajar guru dari berbagai jenjang dan daerah yang saya baca dan menjadi referensi berharga yang tidak terkira bagi diri saya sendiri.

Selain memperkaya diri untuk meningkatkan kompetensi, saya juga rutin mengisi sesi berbagi strategi pengajaran secara sukarela, mulai dari lingkup sekolah, regional, daerah, hingga nasional. Atas konsistensi saya, kesempatan untuk mengembangkan diri lebih jauh muncul ketika saya mulai menerima tawaran untuk mengisi berbagai sesi pelatihan guru secara profesional, menulis modul pelatihan, dan menyusun buku. Fokus perhatian saya adalah peningkatan kualitas pengajaran, pemberdayaan literasi guru, dan pengembangan karier guru. Saya aktif di Komunitas Guru Belajar Nusantara sejak tahun 2017 dan kemudian menjadi pengurus nasional sejak tahun 2019 hingga saat ini.

Pada tahun 2019, saya juga mulai terlibat di kementerian pendidikan saat Pusat Asesmen dan Pembelajaran mengundang dan menyaring guru-guru dari banyak sekolah untuk merancang prototipe soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Alhamdulillah, saya termasuk guru yang terus dilibatkan untuk menulis dan menelaah soal-soal asesmen di bidang literasi sehingga sudah ratusan soal asesmen nasional yang saya tulis dan telaah. Di saat yang sama, karena aktivitas saya di forum-forum pengajaran, saya juga berkesempatan menjadi reviewer tunggal untuk perancangan dokumen Capaian Pembelajaran IPS SMP dalam program pengembangan kurikulum di kementerian.

Pada tahun 2020, pengalaman di bidang pengembangan literasi guru membuat saya berkesempatan juga untuk menjadi bagian dari tim penulis buku ajar IPS SMP. Di saat yang sama, aktivitas saya di forum pendidikan juga mengantar saya menjadi instruktur di program Pendidikan Guru Penggerak. Sebuah program yang diinisasi oleh pemerintah untuk melahirkan banyak guru penggerak perubahan yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia.

Pada tahun 2021, kontribusi saya di kementerian pendidikan semakin berkembang dengan menjadi tim koordinator dan kurator perancangan modul ajar di pengembangan kurikulum prototipe serta menjadi narasumber dan penulis modul pelatihan di program Sekolah Penggerak. Memiliki visi yang sama dengan program Guru Penggerak, program Sekolah Penggerak diharapkan dapat melahirkan sekolah-sekolah yang mampu menjadi katalisator perubahan paradigma pendidikan yang lebih inovatif dan berpihak kepada murid di seluruh Indonesia.

Jika direfleksikan, hal yang membuat saya sampai ke titik ini adalah harapan-harapan dan visi perubahan yang saya miliki sejak lama. Saya memimpikan perubahan dunia pendidikan menjadi lebih inovatif dan berpihak pada murid sehingga setiap murid dapat menuntaskan sekolahnya dan memiliki keterampilan yang diperlukan. Tentunya saya percaya jika perubahan tersebut harus dimulai dari guru, alih-alih mengunggu perubahan kebijakan dari pemerintah. Namun kemudian, bisa dibayangkan betapa bahagianya ketika dalam beberapa tahun terakhir pemerintah juga melakukan transformasi pendidikan dengan memperbarui kurikulum menjadi Kurikulum Merdeka. Kurikulum dengan paradigma baru yang lebih memberdayakan murid, guru, dan sekolah untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna.

Frekuensi perubahan yang saya dan pemerintah miliki kemudian mempertemukan kami di beragam program inovasi kementerian. Sehingga dalam beberapa tahun terakhir saya berhasil menjadi penulis, penelaah, instruktur, narasumber, dan kurator dalam rangka pengembangan kurikulum dan peningkatan kualitas pembelajaran. Saya bangga menjadi bagian dari transformasi pendidikan yang sedang berlangsung di Indonesia.

Pada tahun 2022, di tengah aktivitas saya bersama komunitas guru dan program-program yang diinisiasi oleh kementerian, saya melihat bahwa sudah banyak fokus yang ditujukan untuk memperkaya strategi mengajar guru, namun masih sedikit yang memberikan perhatian kepada bagaimana seluruh proses mengajar tersebut dapat dievaluasi untuk memastikan bahwa “guru tidak hanya mengajar, tapi juga membelajarkan murid.” Oleh karenanya, selain memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran, guru juga perlu memiliki kemampuan mengembangkan asesmen yang efektif.

Kementerian pendidikan sudah mengidentifikasi kebutuhan ini, oleh karenanya di dalam pengembangan Kurikulum Merdeka, pemerintah menegaskan adanya paradigma baru evaluasi yang tertuang dalam dokumen Prinsip Pembelajaran dan Asesmen. Pada intinya, evaluasi pembelajaran tidak lagi dimaknai sebagai proses yang terpisah dengan proses pembelajaran seperti yang biasanya terjadi dalam pelaksanaan ulangan harian, tes akhir bab, ujian tengah semester, atau ujian akhir semester. Sebaliknya, evaluasi dalam bentuk asesmen harus dapat terintegrasi dengan proses pembelajaran. Dihadirkan di awal sebagai diagnostik untuk memetakan kemampuan belajar, di tengah sebagai formatif untuk membantu murid mencapai tujuan pembelajaran, dan di akhir sebagai sumatif untuk mengevaluasi pencapaian dan keseluruhan proses pembelajaran yang telah dilakukan. Implikasi dari perubahan paradigma dan skema ini, juga didorong oleh penghapusan Ujian Nasional, kemudian melahirkan kebutuhan referensi mengenai asesmen yang luas dan beragam untuk pada guru. Namun sayangnya referensi tersebut belum banyak tersaji di Indonesia.

Kebutuhan mengembangkan asesmen pembelajaran semakin tinggi dengan adanya skema kegiatan projek penguatan Profil Pelajar Pancasila di seluruh jenjang satuan pendidikan pada implementasi Kurikulum Merdeka. Projek penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah kegiatan pembelajaran berbasis proyek untuk menguatkan kompetensi Profil Pelajar Pancasila yang memiliki alokasi waktu 20-30% dari seluruh total jam pelajaran yang dimiliki oleh setiap kelas di setiap tahun. Di dalam kegiatan ini, murid diarahkan untuk dapat berkolaborasi memecahkan persoalan di masyarakat secara eksploratif sehingga mereka dapat mengembangkan beragam kompetensi yang terdapat di dalam rumusan Profil Pelajar Pancasila. Oleh karenanya, diperlukan sebuah pengembangan asesmen yang lebih otentik dan kontekstual, berbasis kinerja, dan mampu memberdayakan murid.

Saya, bersama beberapa rekan praktisi, adalah pengembang dokumen Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai acuan pengembangan kegiatannya di satuan pendidikan. Versi pertama dokumen tersebut sudah dirilis di tahun 2021 untuk digunakan di Sekolah Penggerak angkatan pertama yang menerapkan kurikulum prototipe atau Kurikulum Merdeka. Sementara versi berikutnya dari dokumen tersebut sedang dan akan terus diolah untuk dikembangkan seiring dengan pembaruan kurikulum di Indonesia.

Berangkat dari situasi tersebut, saya menemukan kebutuhan untuk dapat melanjutkan studi terutama untuk mendalami kemampuan di bidang pengembangan evaluasi pembelajaran.

Oleh karenanya di tahun 2022 ini saya memutuskan untuk mengambil program magister Penelitian dan Evaluasi Pendidikan untuk memperdalam kompetensi saya di bidang pengembangan asesmen dalam pembelajaran. Keterampilan ini saya perlukan untuk dapat mengoptimalkan dukungan terhadap upaya pemerintah dalam merubah paradigma asesmen yang lebih inovatif dan komprehensif, baik dalam pengembangan dokumen, khususnya dokumen panduan projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, maupun dalam kegiatan pelatihan dan penyebaran praktik baik di berbagai forum pendidikan.

Pada titik ini harapan saya membentang lebih jauh. Dengan kualifikasi magister, saya berencana masuk ke dunia Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk memulai karier menjadi dosen dan pakar asesmen (yang jumlahnya belum banyak di Indonesia). Target jangka panjang, saya ingin mendorong kemajuan kualitas penyiapan tenaga kependidikan sehingga Indonesia akan memiliki calon-calon guru yang lebih kompeten dan passionate di bidang yang akan mereka geluti. Pengalaman hampir 10 tahun menjadi guru bagi saya cukup untuk memahami bagaimana persoalan nyata yang dihadapi oleh para guru sehingga saya yakin dapat melangkah lebih jauh menjadi tenaga pengajar di LPTK. Bukan untuk mengejar status profesi, namun untuk memberikan dampak manfaat yang lebih luas bagi peningkatan kualitas pengajaran di ruang-ruang kelas di seluruh Indonesia.

Untuk mendukung visi perubahan yang sedang saya upayakan, saya merasa layak mendapatkan beasiswa dari pemerintah karena saya yakin tujuan yang sedang saya capai sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia melalui bidang pendidikan.

Insyaallah, ke depan saya akan terus mengabdikan diri untuk kemajuan bangsa melalui bidang yang saya tekuni. Untuk memperbaiki kualitas hidup generasi muda, untuk para orang tua yang telah bersusah payah menyekolahkan anaknya, dan untuk semua pihak yang telah mengabdikan hidupnya demi perubahan ke arah yang lebih baik.

Saya yakin, pendidikan adalah kunci.

Salam

M. Rizky Satria

About rizkysatria

Penikmat kopi, prosa, dan puisi.

Tinggalkan komentar